It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
merapat ah lg galau jg nih..
TUJUH
Sesampainya di kebun binatang, kami semua langsung melesat kearah kandang binatang terdekat.
Aku menatap hewan-hewan itu dengan tatapan mata berbinar. Ini memang bukan pertama kalinya aku pergi ke kebun binatang, tapi aku benar-benar senang sekarang karena sudah lama sekali aku pergi ke tempat seperti ini dengan teman-teman.
Tapi yang paling membuatku kesal berada di sini adalah karena keberadaan Viny. Dia selalu saja bergumam "Manisnya!" atau "Lucu sekali!!" ketika melihat binatang-binatang itu. Bahkan tadi aku sempat membelakkan mataku saat dia berkata “Lucu sekali!” dengan burung gagak hitam.
Terlebih saat melihat Nino dan Viny terlihat akrab, ada bagian dari diriku yang merasa sesak. Kenapa rasanya masih sama? batinku sambil memegang dadaku.
“Kenapa?” tanya Andra pelan.
Aku menggeleng dan tersenyum padanya.
“Tidak apa-apa.. kamu tidak perlu memaksakan diri untuk tersenyum,” ucapnya pelan.
Aku merasa bersalah padanya.
“Yan, temani aku belanja sebentar yuk!” ujar Viny tiba-tiba sambil menarik lenganku.
Dengan terpaksa aku mengkutinya. “Kenapa nggak sama Nino?”
“Dia pasti tidak memperbolehkanku membeli eskrim kalau aku pergi bersamanya, karena aku selalu mengotori bajuku tiap makan eskrim,” jelasnya.
Aku memutar bola mataku.
Aku juga mau lihat-lihat binatang lainnya daripada menemaninya untuk membeli makanan ringan.
Setibanya disana, kulihat dia rela membeli eskrim yang sedang ramai pengunjung dan mengantri beberapa saat. Karena sudah tak tahan, aku meninggalkannya dengan alasan ke kamar mandi.
Lagian tempat eskrimnya tak jauh dari tempat Andra dan Nino menunggu, jadi dia nggak akan mungkin tersesat.
Aku melangkahkan kakiku ke arah Andra dan Nino lalu duduk di belakang mereka, di bawah kursi kayu.
Aku mengambil headset dari tasku lalu memasangnya di telingaku, daripada aku harus mendengar Nino yang sedang bercerita tentan Viny pada Andra.
Sayup-sayup, aku bisa mendengar namaku di sebut mereka beberapa kali, akhirnya aku mencopot headsetku lalu mendengarkan Andra berbicara.
“Aku ingat sekali kejadian waktu itu yang membuatku tertarik untuk lebih tahu tentangnya. Saat itu aku sedang tiduran di atas gedung sekolah, dia yang tak menyadari keberadaanku, tetap saja mengobrol dengan temannya. Kalimat yang aku ingat hingga sekarang adalah saat dia berkata ‘Aku percaya pada takdirku. Aku akan berusaha menemukannya dan membuat takdir itu abadi.. karena takdir seperti itu cuma ada satu, bukan?’,” jelas Andra.
Aku bahkan tidak ingat sama sekali perkataan itu pernah aku ucapkan.
“Lian bilang seperti itu?” tanya Nino.
“Iya. Karena aku tidak benar-benar mempercayai hal yang seperti itu.. Aku mulai tertarik padanya dan mulai mencarinya dengan mataku.Kamu mempercayai hal seperti itu juga?”
Nino menggeleng. “Mungkin tidak. Melihat bagaimana orang tuaku bercerai...”
“Lian!” Tiba-tiba terdengar teriakan seseorang yang memanggilku dari belakang.
“Viny?” aku hendak berjalan ke arahnya.
“Sejak kapan kamu disitu?” ujar Andra dengan tatapan anehnya, hal itu juga dilakukan oleh Nino.
Aku menggaruk kepalaku. “Baru saja. Kenapa?” aku berbohong.
“Tidak,” ucapnya sambil bernafas lega.
“Lian, kamu curang! Kamu pulang kesini deluan,” ujar Viny dengan mengembungkan pipinya.
Aku tertawa. “Maaf ya Vin, abisnya kamu lama sekali belinya,” jawabku. Aku kembali melihat binatang-binatang yang berada di kebun binatang.
JEPRET! Kulihat Andra memfoto diriku tanpa sepengetahuanku.
“Sangat manis!” gumam Andra pelan sambil menatap layar kamera digitalnya.
Aku tertawa mendengarnya. "Lihat deh, gajahnya lucu. Badannya juga besar, mungkin enak tidur diatasnya"
Andra menganggukkan kepalanya yang berarti setuju dengan pendapatku.
Karena merasa penasaran, aku nekat untuk duduk dipagar pembatas kandang gajah. Tapi aku sangat terkejut saat menoleh kebelang, Nino sedang memegang punggungku agar aku tidak jatuh.
JEPRET! Andra memotretku lagi.
“Pose yang bagus,” ujarnya sambil tersenyum kecut.
Aku mendelik kesal kearahnya. Aku hendak turun dari pagar pembatas lalu mengulurkan tanganku kearah Andra, meminta kamera digital yang terus dipegangnya.
"Kenapa kamu terus memotret kearahku sih?" tanyaku kesal.
Andra mengendikkan bahunya. "Aku hanya ingin mengabadikan setiap momen saat kamu berada di kebun binatang,” ujarnya sambil berlari menjauhiku lalu berhenti membelakangi pohon.
Aku mengerucutkan bibirku lalu berlari ke arahnya. "Coba aku lihat!”
Andra menjauhkan kamera itu dari jangkauanku.
"Tidak," tolaknya.
Aku menyipitkan mataku. "Berikan padaku, Ndra!"
Andra mengangkat tinggi-tinggi kamera digital yang mungkin banyak fotoku dengan ekspresi aneh yang dia ambil tanpa sepengetahuanku, sehingga aku tidak bisa mengambilnya. Namun aku tidak pantang menyerah dan berusaha menggapai kamera tersebut.
Karena tubuh Andra yang lebih tinggi dari tubuhku, aku tidak bisa mengambil kamera itu. Saat tersadar wajahku dan Andra malah saling bertatapan dengan tangan masing-masing masih terjulur keatas memperebutkan kamera itu.
“Kenapa aku?” ucapku tiba-tiba tanpa merubah posisiku.
Dia memandangiku lekat-lekat.
“Maksudku.. aku merasa ini tidak masuk akal bahwa kamu menyukaiku, seperti apa yang aku dengar tadi..”
“Aku tidak merasa bosan saat melihatmu. Semua yang kamu pikirkan terlihat jelas di wajahmu. Itulah kenapa bahkan jika kamu tidak mengatakan apa-apa, aku bisa tahu apa yang kamu pikirkan hanya dengan melihat wajahmu.. dan aku merasa.. aku ingin melihatmu lebih lama lagi,” jelasnya gugup sambil tetap menatap mataku.
Aku menundukkan kepalaku. Wajah dan mataku mulai terasa panas. “Terimakasih karena telah menganggapku ‘berarti’,” ujarku lalu mengangkat kepalaku.
Andra tersenyum lebar mendengar perkataanku.
Mungkin Andra adalah.. orang yang aku cari?
Andra mendekatkan wajahnya padaku tanpa merubah posisi kami saat ini. Tatapannya tertuju pada bibirku. Beberapa saat kemudian, Andra menempelkan sudut bibirnya pada bibirku. Aku membelakkan mataku, tak percaya lalu menutup mataku perlahan. Sejenak aku merasa tercekat saat merasakan tangan kiri Andra mendorong kepalaku agar bisa lebih merapatkan bibirnya.
Ciuman itu hanya berlangsung beberapa detik. Saat aku membuka mataku, aku melepaskan ciumannya lalu mendorong tubuhnya menjauhiku.
“Itu tidak sama. Itu bukanlah yang aku cari..” gumamku sambil memegang bibirku. “Maaf..”
“Tidak apa-apa..” ujarnya agak terkejut. Eskspresi yang belum pernah kulihat dari wajah Andra sebelumnya.
“Maaf.. aku..”
“Maaf. Kurasa aku nggak bisa mengantarmu pulang,” ujar Andra memotong ucapanku. Aku bisa melihat matanya yang sendu. Dia berlalu dari hadapanku dengan melangkahkan kakinya lebih cepat.
Aku masih terdiam diposisiku. Masih merasa bingung dan sangat merasa bersalah. Yang ku tahu saat ini adalah aku benar-benar menyakitinya..
makasih udah baca
si lian gmna sih ada cowok ckp di dpnnya malah di biarin..mlh ngejar si nino